Minggu, 08 Januari 2012

Governments Must Plan for Migration in Response to Climate Change, Researchers Say ScienceDaily (Oct. 27, 2011

Diposting oleh Power of Environtment di 02.30 0 komentar
Isu mengenai pemanasan dan perubahan iklim global bukanlah hal yang baru, bahkan dampaknya-pun telah dirasakan dan mempengaruhi hampir di semua bidang. Peningkatan emisi karbon menyebabkan terjadinya peningkatan suhu rata-rata global yang berdampak pada perubahan iklim. Perubahan iklim mengakibatkan perpecahan siklus hidrologi wilayah yang berarti mengubah evaporasi, transpirasi, run-off, air tanah, dan presipitasi dengan berimplikasi pada kuantitas dan kualitas sumber daya air wilayah. Akibatnya, terjadi peningkatan intensitas curah hujan, yang dalam periode tertentu juga dapat mengakibatkan musim hujan yang berkepanjangan sehingga bahaya banjir meningkat. Selain itu, pemanasan global yang berdampak pada kenaikan suhu dan mengakibatkan pencairan gletser dapat mempengaruhi terjadinya kenaikan permukaan air laut. Perubahan elevasi air laut ini tentu saja dapat mengganggu kehidupan karena akan mengakibatkan genangan di wilayah pesisir dan dataran perkotaan yang lebih rendah, bahkan mampu menenggelamkan pulau-pulau kecil.
Wilayah yang paling rentan terkena dampak perubahan iklim adalah wilayah pesisir karena berbatasan langsung dengan laut serta wilayah dataran rendah yang ada di sekitarnya. Ketika permukaan air laut naik melebihi ketinggian daratan, maka air laut akan menggenangi dataran tersebut. Kondisi ini akan memperburuk kualitas lingkungan dan kehidupan masyarakat yang ada disekitarnya. Selain itu, wilayah pesisir juga sangat rentan terhadap efek-efek perubahan iklim lainnya seperti meningkatnya suhu lautan dan terjadinya cuaca ekstrim. Peningkatan jumlah terjadinya siklon, perubahan cuaca yang cepat dan sulit diprediksi menyebabkan kerentanan meningkat, terutama bagi masyarakat nelayan yang sangat bergantung dengan keadaan cuaca dan ekosistem pesisir.
Perubahan iklim, rusaknya ekosistem pesisir dan laut menjadi bumerang bagi masyarakat yang tinggal di daerah pesisir. Keadaan ekonomi masyarakat yang terjepit menjadi permasalahan pelik dan saling mengait satu sama lain. Oleh karena itu diperlukan peran pemerintah untuk meminimalisasi dampak dari pemanasan global, salah satunya dengan program migrasi paksa. Pelaksanaan program ini memang tidak mudah karena terkait pada banyak individu dengan budaya, strata sosial, kebiasaan, dll yang pada intinya berbeda satu dengan yang lain.  Apalagi, pada umumnya masyarakat yg berada di wilayah rawan bencana ini merupakan masyarakat dengan kelas ekonomi di bawah rata-rata.
Perencanaan wilayah dan kota memiliki dua makna, yaitu perencanaan wilayah dan perencanaan kota. Dalam perencanaan wilayah, pengembangan wilayah pesisir yang memiliki berbagai macam ilmu terutama yang terdiri dari unsur pembangunan berkelanjutan yang didalamnya terkait aspek-aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Terkait dengan aspek keberlanjutan tersebut, adanya adaptasi masyarkat dapat menjadi pembelajaran atas praktek adaptasi yang memanfaatkan potensi lokal untuk mensejahterakan masyarakat sehingga mampu bertahan dari ancaman perubahan iklim.
Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau kecil juga mempelajari tentang ketahanan sosial dan ekonomi masyarakat yang tinggal di dalamnya. Dalam hal ini yang dimaksud ketahanan adalah membangun kapasitas masyarakat untuk menghadapi sekaligus beradaptasi terhadap perubahan, dan bahkan mengubah kesulitan yang dihadapi menjadi peluang yang dapat dimanfaatkan secara optimal. Kemudian, untuk ditindaklanjuti oleh pemerintah dengan program migrasi paksa sebgai bentuk adaptasi dan mitigasi bencana terhadap perubahan iklim. Selanjutnya, upaya adaptasi masyarakat akan dilihat setelah masyarakat direlokasikan ke sebuah tempat baru. Adaptasi adalah tindakan penyesuaian sistem alam dan sosial sebagai respon terhadap dampak perubahan iklim dan variabilitasnya. Migrasi ini bertujuan untuk menciptakan keberlanjutan masyarakat. Penekanan keberlanjutan ini terfokus, pada aspek ekologi dan sosial ekonomi yang juga merupakan 3 pilar pembangunan berkelanjutan.

Renovasi Kawasan Kota Lama Semarang

Diposting oleh Power of Environtment di 02.22 0 komentar
Secara umum pengertian konservasi merupakan suatu tindakan pelestarian untuk memelihara cagar budya sehingga life time suatu benda dapat diperpanjang. Salah satu tindakan konservasi yang dilakukan dapat berupa renovasi. Istilah renovasi (renovation), dapat diartikan sebagai kegiatan untuk memperbarui kondisi suatu bangunan menjadi lebih baik (secara fisik).
Pada artikel dijlaskan bahwa renovasi yang dilakukan untuk banggunan kuno di Kawasan Kota Lama Semarang. Renovasi yang dilakukan oleh Pemkot Semarang untuk kawasan ini berupa pemberian warna cerah dan alih fungsi salah satu bangunan menjadi sebuah galeri.
Kawasan Kota Lama merupakan pusat Kota Semarang pada masa kolonial dulu. Dalam perkembangannya, karena proses dekolonisasi dan manajemen pertumbuhan kota yang kurang berpihak, Kota Lama menjadi mati. Kemudian pusat kota yang semula di Kota Lama bergeser ke kota baru di Jalan Pemuda, Jalan Pahlawan, Jalan Pandanaran, dan Simpang Lima. Pada zaman penjajahan Belanda, Kawasan Kota Lama atau bekas Kota Benteng merupakan salah satu embrio pertumbuhan Kota Semarang. Selain itu ada embrio-embrio lain seperti Kampung Melayu, Pecinan, Kauman, Kampung Kulitan, dan Kawasan Gedung Batu Simongan.
Sekarang ini Kawasan Kota Lama menjadi kawasan historis. Menyusul disetujuinya Perda tentang Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Kota Lama Semarang, Pemkot Semarang berencana mengembangkan Kota Lama sebagai kawasan historis yang hidup. Kawasan Kota Lama Semarang nantinya memungkinkan untuk kegiatan ekonomi, sosial, budaya, dan pariwisata modern dalam lingkup arsitektural dan lingkungan.
Dalam perda tersebut, sebagai kawasan historis yang hidup, pemanfaatan ruang di kawasan Kota Lama akan dibagi menjadi tiga, yaitu fungsi hunian, perdagangan, dan perkantoran, serta fungsi rekreasi dan budaya. Dengan adanya kawasan hunian atau permukiman di Kota Lama, pada malam hari kawasan tersebut diharapkan tidak mati seperti sekarang ini. Kegiatan perdagangan dan perkantoran akan dapat menghidupkan kawasan itu pada siang hari. Hal-hal tersebut tadi bertujuan juga supaya meningkatkan tingkat keamanan disana karena banyak orang yang ada. Adapun fungsi kawasan sebagai rekreasi dan budaya akan dapat menarik minat orang untuk mengadakan aktivitas di Kota Lama.
Permasalahan yang dialami Kota Lama Semarang pada dasarnya juga banyak dialami oleh kota-kota lama lain di Indonesia. Masalah tersebut yaitu berkurangnya aktivitas perkotaan, yang semakin lama akan menyebabkan lumpuhnya kota lama, bahkan hingga kota lama dapat dikatakan “Kota Mati”.
Beberapa permasalahan yang menjadi penyebab berkurangnya aktivitas di Kota Lama Semarang antara lain adalah kondisi lingkungan di kawasan tersebut yang kurang terawat. Hal itu mengakibatkan rusaknya bangunan-bangunan dan lingkungan di Kota Lama Semarang. Selain masalah kondisi lingkungan, tidak adanya penerangan di Kota Lama menyebabkan keadaan di malam hari banyak terdapat kegiatan-kegiatan liar seperti perjudian dan adanya komunitas tuna wisma yang bermukim disana. Hal ini tentu saja memicu munculnya tindakan kriminalitas di Kota Lama sehingga ada keengganan bagi siapapun termasuk juga para turis untuk mengunjungi Kota Lama terutama di malam hari. Adanya pergeseran bentuk kolonial yang mendorong masyarakat dan pemerintah Kota Semarang untuk melakukan pembangunan yang cenderung menuju konsep kota modern menyebabkan kota-kota lama ditinggalkan dan kurang mendapat perhatian. Lebih jauh lagi, kemudian menyebabkan terjadinya pergeseran pusat aktivitas masyarakat yang juga menjadi salah satu faktor pendorong berkurangnya aktivitas perkotaan di kota lama Semarang.
Masalah lingkungan yang sekaligus masalah utama di kawasan Kota Lama Semarang adalah masalah rob atau limpasan air laut ke daratan. Rob juga berpengaruh pada hal transportasi. Jika setelah hujan, dan air menggenang menyebabkan masyarakat malas untuk berjalan melewati jalan-jalan di Kawasan Kota Lama. Selain itu, jika melewati jalan Kawasan Kota Lama dengan genangan air tersebut akan mengakibatkan korosi pada komponen-komponen kendaraan bermotor mereka. Selain itu, dengan adanya genangan rob tersebut, berdampak juga pada timbulnya masalah kesehatan. Karena genangan air itu menjadi sumber wabah penyakit yang mengancam penduduk yang bermukim di kawasan tersebut. Ditambah lagi timbul bau yang tidak sedap dari rob tersebut. Nilai estetika kawasan tersebut pun menjadi menurun. Rob ini juga sangat berdampak pada kondisi bangunan. Terlalu seringnya rob yang terjadi - yang menggenang di sekitar permukiman-mengakibatkan rusaknya bangunan seperti mengelupasnya cat dan luruhnya dinding tembok dan terjadinya korosi. Akhirnya dampak dari itu semua adalah bangunan itu tidak enak dipandang dan tidak nyamannya orang yang tinggal di dalamnya. Oleh karena itu, tidak sedikit investor yang ragu untuk ikut mengembangkan Kota Lama baik bersama-sama pemerintah maupun sendiri.
Selain masalah-masalah yang telah disebutkan diatas, perhatian pemerintah dalam pelestarian cagar budaya di Kota Lama Semarang juga menjadi salah satu permasalahan yang perlu diperhatikan. Hal tersebut menjadi masalah karena bangunan-bangunan cagar budaya itu tentu akan lebih terjamin kelestariannya jika diawasi dalam pelestarian dan pengelolaannya. Dengan pengawasan dan pengelolaan yang lebih baik tersebut juga diharapkan  kondisi Kota Lama akan menjadi lebih hidup.  Permasalahan mulai lunturnya sejarah Kota Lama Semarang juga dapat diatasi dengan pengelolaan yang didukung sepenuhnya oleh pemerintah.
Peraturan Daerah (Perda)
Bagi kehidupan jiwa kawasan sebuah kota (spirit of place), keberadaan suatu bangunan kuno di kawasan Kota Lama dan sekitarnya sangatlah penting. Biasanya hal ini dapat terjadi setelah berpindah kepemilikannya dan tidak diketahui oleh Pemkot yang sudah sepantasnya mampu mengelolanya berdasar peraturan yang disusun dan disahkan DPRD Kota.
Berdasarkan pada UU Nomor 5 Tahun 1992, dan lebih rinci lagi diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 1993 tentang Pelaksanaan UU No 5/ 1992). Apalagi Pemkot memiliki Perda Nomor 8 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kota Lama.
Keterbatasan pengetahuan soal konservasi dan pelestarian, serta cara-cara memugar bangunan kuno, sering menjadi kendala. Ketika usulan pemilik disodorkan ke Pemkot, lamban untuk direspons dan di era reformasi masih terkendala birokrasi, menunggu memo dan disposisi atasan melalui beberapa meja. Bahkan ruang kantor berbeda lantai. Sementara di DTKP, ada seksi Pengawasan Pemugaran dan Pemeliharaan serta pengawas lapangan yang terbatas Sumber Daya Manusia (SDM)-nya dan pengetahuan teknis bangunan serta pengalaman dalam tindakan pemugaran bangunan kuno. Proses perizinannya pun memerlukan kelengkapan dokumen pendukung UKL-UPL, kemudian juga diperlukan AMDAL jika proyek berskala luas, bahkan juga memerlukan studi transportasi-perparkiran dan kelengkapan izin "Advice Planning".
Dampak Renovasi Kawasan Kota Lama
Dapat ditinjau dari 3 aspek, yaitu:
·    Aspek ekonomi, untuk menjaga keberlangsungan kegiatan ekonomi maka diperlukan kegiatan promosi untuk menarik investor. Kemudian mengfungsikan kegiatan ekonomi secara optimal dengan pengoptimalan city walk, sehingga menciptakan lapangan kerja yang memacu pertumbuhan ekonomi dengan konsep sentralisasi PKL yang tertata rapi sebagai daya tarik.
·  Aspek sosial, untuk mengkondisikan kondisi sosial masyarakat yang stabil, perlu mempertahankan interaksi sosial yang ada. Hal ini juga dapat didukung dengan mendayagunakan semua stakeholders dengan masing-masing perannya agar menjaga eksistensi Kota Lama sebagai landmark Semarang.
·    Aspek lingkungan, untuk mencapai kondisi lingkungan yang berkualitas, maka perlu menjaga bangunan-bangunan tua disana, memperbaiki sanitasi, dan yang paling vital adalah membenahi drainase dan mengoptimalkan bangunan yang sudah ada.


Sumber artikel : http://www.suaramerdeka.com/harian/0711/09/kot06.htm


 


Model Perencanaan Liberalis

Diposting oleh Power of Environtment di 02.17 0 komentar
Dalam beberapa dekade terakhir, telah muncul berbagai macam model perencanaan yang mempengaruhi teori perencanaan di masyarakat. Diantaranya banyak model perencanaan yang sifatnya normatif dan berbau politis. Meski umur model perencanaan tersebut sudah lama berkembang di masyarakat, model perencanaan tersebut masih ada di masyarakat dan terus dikembangkan dalam praktik perencanaan saat ini.
Salah satu model perencanaan yang ada adalah model perencanaan liberalis. Istilah liberalis itu sendiri berasal dari kata ‘laissez-faire’ yang merupakan bahasa Perancis. Arti dari kata ‘laissez-faire’ ini adalah ‘biarkan terjadi’. Pada dasarnya, model perencanaan liberalis berasumsi bahwa campur tangan perencanaan hanya dibutuhkan apabila mekanisme pasar bebas sudah gagal dan perencanaan dapat dilihat secara jelas dan dibutuhkan untuk membiarkan semua terjadi begitu adanya. Model perencanaan ini tidak mengatur  masyarakat maupun alam, melainkan mengutamakan pada hak-hak individu, kepentingan individu untuk memaksimalkan kesejahteraan dan kekuasaan masing-masing.
Ada tiga ide dasar dalam liberalisme (klasik) sebagai sistem atau tatanan ekonomi, yaitu: (1) pengembangan kebebasan individu untuk bersaing secara bebas-sempurna di pasar; (2) diakuinya kepemilikan pribadi terhadap faktor-faktor produksi; dan (3) pembentukan harga barang-barang melalui mekanisme pasar yang sepenuhnya bebas.
Gagasan pokok neo-liberalisme dapat dipahami sebagai penyempurnaan ide dasar dari liberalisme klasik tersebut. Pemikir yang sering dianggap sebagai penggagas neoliberalisme (sebagai ide-ide sistematis) adalah Alexander Rustow, yang kemudian disempurnakan oleh para ekonom mazhab Chicago dan mazhab Freiburger. Perbedaan yang paling mendasar dengan liberalisme klasik adalah pada ide tentang pembentukan harga pasar yang ternyata tidak bersifat alami, melainkan memerlukan campur tangan negara, namun penertiban pasar yang dilakukan negara itu adalah melalui penerbitan peraturan perundang-undangan. Perlu dicatat bahwa maksudnya adalah agar mekanisme pasar bisa segera terbentuk dan operasional, tidak terintangi oleh faktor-faktor kelembagaan (seperti pranata sosial).
Karakteristik dari model perencanaan yang menggunakan paham liberalis adalah kapitalisme pasar bebas dan hak-hak individu yang dimiliki oleh masyarakat. Perencanaan yang dibangun dengan konsep ideologi politik dan ekonomi dengan tujuan utamanya adalah untuk menyebarkan serta mempertahankan gagasan demokrasi konstitusional dengan membatasi peran dari pemerintah, dimana kebebasan individu dan hak-hak manusia sebagai upaya untuk mencapai tujuan dari perencanaan yang akan dilakukan. Kebebasan yang diberikan kepada individu merupakan instrumen yang harus ada agar manusia dapat hidup sebagai manusia yang baik. Model perencanaan yang berwawasan liberal lebih menekankan pada pengakuan terhadap hak-hak warga negara, baik sebagai individu maupun anggota masyarakat.
Di dalam model perencanaan liberalis, perencanaan digunakan sebagai pendukung dan penguatan dari kebebasan dan kemungkinan untuk mencapai kepentingan pribadi dalam kerangka pasar bebas. Perencanaan justru digunakan untuk melindungi hak individu dan mengatur konsekuensi yang tidak diinginkan yang mungkin muncul dari perilaku individu. Selain itu perencanaan juga menyediakan kompensasi untuk pelanggaran terhadap hak individu. Dalam teorinya, terdapat pandangan dari sudut ekonomi dan politik ekonomi bahwa merencanakan sesedikit mungkin, dan merencanakan hanya jika dibutuhkan. Penggunaan sumber daya dalam perencanaan harus dihindari sebisa mungkin.
Pemahaman yang diberikan dalam model perencanaan liberalis yakni neraga harus memiliki kemampuan untuk merefleksikan kehendak masyarakat, dimana pemerintah juga memiliki legitimasi untuk kemudian mengatur dan bertindak. Masyarakat yang dimaksud adalah warga negara yang sehat serta memiliki potensi menjadi rentan terhadap suatu permasalahan pembangunan. Berikut merupakan tiga intervensi yang terdapat dalam model perencanaan ini, yakni sebagai berikut:
Ø  Penciptaan distribusi pendapatan masyarakat
Ø  Stabilisasi mekanisme pasar swasta
Ø  Penyediaan barang-barang bagi kebutuhan masyarakat
Model perencanaan liberalis juga mengandung kebijakan-kebijakan yang terkait dengan sosial, dimana hal tersebut merupakan upaya untuk mendukung tujuan yang ingin dicapai oleh masyarakat. Terdapat dua ciri khas yang menandai kebijakan sosial dalam model perencanaan liberalis yakni keakurasian tujuan dan subsidiaritas. Keakurasian tujuan dapat dilihat dari layanan-layanan sosial yang diberikan pemerintah harus memberikan keuntungan bagi masyarakat, selain itu dana yang dihasilkan oleh masyarakat tidak akan digunakan pemerintah. Prinsip subsidiaritas menitikberatkan pada sikap tanggungjawab masyarakat, dengan kata lain campur tangan pemerintah akan dibutuhkan apabila solusi-solusi yang sebelumnya ada tidak berhasil untuk diimplementasikan dalam mencapai tujuan dari model perencanaan tersebut. Menurut pandangan dalam perencanaan liberalis, kebijakan sosial yang ditetapkan dalam perencanaan hanya perlu difokuskan pada segelintir tujuan yang sebelumnya telah didefinisikan secara jelas. Model perencanaan ini juga mendorong penyebaran kekuasaan di antara kelompok-kelompok masyarakat, sehingga tiap kelompok masyarakat dapat melakukan perencanaannya sendiri serta tidak terikat dengan pencapaian jangka panjang.
Pemahaman model perencanaan liberalis di Amerika Serikat, yakni kaum liberal yang pro intervensi negara dalam pembangunan dibedakan dengan kaum konservatif yang menginginkan negara untuk tidak ikut campur dalam mengatur pasar ekonomi yang tentunya berpengaruh terhadap pembangunan negara tersebut. Untuk negara-negara yang berada di Eropa Barat, pemahaman mengenai liberalism sejajar dengan konservatif. Perbedaan pemahaman tersebut kemudian memunculkan dua jenis liberalism dalam perencanaan dan pembangunan, yakni sebagai berikut:
Ø  Liberal klasik (libertarian)
Yakni merujuk pada karya klasik Adam Smith, The Wealth Nation yakni merupakan kelompok yang menentang keterlibatan pemerintah dalam segala aspek pembangunan masyarakat.
Ø  Liberal kesejahteraan (egalitarian)
Merupakan kelompok pendukung ekonomi Keynesian yang menekankan pentingnya intervensi negara atau pemerintah dalam bidang pembangunan, khususnya ekonomi. Liberal jenis ini biasanya dipraktekkan di negara-negara demokratis dan kapitalis.
Model perencanaan liberalis memiliki beberapa kelebihan. Penganut model perencanaan liberalis sering menganggap perencanaan terlalu umum dan berekspektasi tanpa alasan. Perencanaan liberalis dapat memberikan peringatan dengan pertimbangan yang baik. Selain itu, perencanaan liberalis melawan suatu perencanaan dan regulasi yang berlebihan dan memproklamirkan deregulasi. Kelemahan dari perencanaan liberalis adalah bagaimanapun konsep  pasar bebas bukanlah konsep yang mudah. Kebebasan pasar dianggap relatif karena fungsinya menurut sejumlah aturan eksplisit maupun implisit. Lebih jauh lagi, pasar hanya benar-benar bebas untuk orang-orang yang mencukupi syarat-syarat yang dibutuhkan untuk dapat bertahan dalam pasar bebeas, yaitu kondisi keuangan, kecukupan pengetahuan atau tingkat pendidikan, waktu, dan lain-lain. Bagi yang tidak dapat memenuhi seluruh kondisi tersebut, perwujudan pencapaian hak individu akan terealisasi secara kondisional. Jadi, model perencanaan liberalis memang memakmurkan masyarakatnya yang dapat bersaing di pasar bebas, namun pada saat yang bersamaan tidak memperhatikan konsep persamaan atau keadilan.
Kelemahan lebih lanjut model liberalis adalah konsep perencanaan yang benar-benar dibatasi dan terbatas pada perencanaan publik. Maka, model liberalis seolah tidak melihat fakta bahwa usaha swasta (privat) harus dibedakan dari publik dan dilibatkan dalam perencanaan pada suatu posisi yang bertanggung jawab untuk dapat bertahan dalam pasar bebas. Hal ini tentu tak bisa terwujud jika tidak ada ketentuan yang jelas dalam tanggung jawab manajemen sumber daya, sektor privat atau publik, dan perencanaan bersyarat. Kekurangan lainnya dari model perencanaan liebralis yakni akan berpengaruh terhadap dinamika perubahan seperti membawa pola kesenjangan yang semakin memarjinalkan kelompok tak berpunya. 

Sumber:
Rizky, Awalil dan Nasyith Majidi. 2008. Neoliberalisme Mencengkeram Indonesia. Jakarta: E Publishing.

Schönwandt, Walter L. 2008. Planning in Crisis? Theoretical Orientations for Architecture and Planning. Hampshire: Ashgate Publishing Limited.

Tamm, Sascha. 2000. Akurasi Tujuan dan Subsidiaritas Sebagai Ciri-Ciri Penting Kebijakan Sosial Liberal. Berlin:Comdok

 

Power of Environment Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review