Pernyataan Noland D Archibald pada awal 1990 an “ perubahan lingkungan dewasa ini menuntut pengelolaan organisasi dari pengelolaan yang berbasis fungsi ( functional based management ) ke pengelolaan yang berbasis aktivitas ( Activity Based Management )”. ABM ( Activity Based Management ) memusatkan aktivitas pada tujuan untuk melakukan perubahan menuju perbaikan yang berkelanjutan. Ini merupakan pangkal permasalahan kenapa Kabinet Indonesia II kurang berdaya.
Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi mengungkapkan ( kompas 22 September 2011 ) kemungkinan pada bulan Oktober Kabinet Indonesia Bersatu II akan ada perombakan . Sebelumnya Soegeng Sarjadi ( kompas 21 September 2011 ) juga menyatakan perlunya Presiden SBY mengocok ulang Kabinet, demikian pula pengamat politik yang lain termasuk J Kristiadi. Mudah-mudahan kabar perombakan Kabinet benar-benar tidak lagi menjadi kabar burung seperti dulu setiap ada prahara di republik ini yang menyangkut pemerintahan SBY selalu muncul isue perombakan kabinet.
Pangkal permasalahan.
Beberapa menteri dalam Kabinet Indonesia Bersatu II tidak memiliki Activity Based Management ( ABM ) yang jelas dan terukur. Mereka lebih sering berkutat dengan kepentingan partainya serta kehormatan dan hak-hak yang melekat sebagai pejabat Negara , sehingga lupa atau melupakan kepentingan rakyat yang menanti perubahan perbaikan kehidupan selama perjalanan 2 tahun Kabinet Indonesia Bersatu II ini. Rasa pesimistis Ketua Masyarakat Profesional Madani Ismed Hasan Putro yang sejalan dengan getaran nurani rakyat mengatakan rencana Presiden Yudhoyono untuk melakukan perombakan kabinet telah kehilangan daya tariknya bagi rakyat meskipun perombakan itu hak prerogatif presiden. Anehnya hak prerogratif presiden tersebut seperti tersandra oleh partai politik yang berkoalisi dalam pemerintahan SBY. Rakyat sudah jeli, dan telah merasakan kinerja Kabinet selama 2 tahun ini tidak memberikan nilai yang berarti bagi kehidupan rakyat. Aktivitas yang dihasilkan kabinet Indonesia Bersatu II hanya memberikan peluang bagi sekelompok elite politik dan penguasa meraih keuntungan dan menari-nari sambil merampok hak kehidupan rakyat yang mestinya menjadi fokus aktivitas kabinet SBY.
Dugaan penulis beberapa menteri tidak paham benar aktivitas apa yang harus dilakukan untuk menciptakan nilai bagi rakyat, sehingga ada manfaat yang dinikmati oleh rakyat dari hasil kinerja kabinet. Kinerja kabinet lebih banyak berkutat masalah fungsi dan proporsi pada alokasi anggaran yang harus dikelola didepartemennya ketimbang aktivitas apa yang harus dilakukan untuk memenuhi tuntutan kebutuhan rakyat sehingga mampu memberikan nilai bagi rakyat. Jika hal ini masih tetap dijalankan sekalipun ada perombakan kabinet, maka kelangsungan kehidupan bangsa dan Negara akan dipertaruhkan ( at stake ). Keliru jika SBY dan kabinetnya membanggakan pertumbuhan ekonomi sebagai tolok ukur keberhasilan kinerja kabinet. Bukan hanya itu , karena pertumbuhan ekonomi tidak secara otomatis memberikan nilai bagi rakyat. Pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati oleh kelompok menegah ke atas, belum menyentuh seluruh rakyat Indonesia . Nilai bagi rakyat yang didambakan adalah tata penyelenggaraan pemerintahan yang bebas dari korupsi, yang berpihak kepada keadilan bukan kepada penguasa, yang memiliki integritas kebangsaan bukan kesukuan atau kelompok , yang memiliki kejujuran bukan kebohongan , dan yang mampu memberdayakan rakyat bukan menindas kehidupan rakyat , serta setiap keputusan politik baik itu berupa undang-undang, keppres, peraturan menteri dan sebagainya harus menyentuh sendi-sendi kehidupan rakyat dalam segala aspek kehidupan. Dengan kata lain beberapa menteri dalam Kabinet Indonesia II tidak memiliki Activity Based Management ( ABM ) yang baik, karena mereka bertumpu pada partai politik, bukan pada kekuatan nalar dan keterpelajaran ( Sugeng Sarjadi ,kompas 21 September 2011 ). Jika sinyalemen ini benar ,sungguh tragis, kepercayaan yang diberikan rakyat hanya dibuat mainan.
Pergeseran Paradigma
Jika presiden SBY , bulan Oktober benar-benar melakukan perombakan kabinet, maka harus para menteri hasil perombakan kabinet, harus berani melakukan pergeseran paradigma dimasing-masing departemen yang dikelolanya, karena harus disadari bahwa rakyat adalah pemegang kendali. Jadi hasil kinerja menteri harus meciptakan nilai bagi rakyat. Untuk menciptakan nilai bagi rakyat , maka para menteri diharapkan melakukan perubahan pengelolaan didepartemennya bukan atas dasar functional view yang hanya terfokus pada keberhasilan fungsi pada masing-masing yang ada didepartemennya. Kalau ini tetap dijalankan , maka misi dan visi yang dicanangkan SBY dalam masa pemerintahannya yang ke 2 ini akan terabaikan, dan rakyat akan menggugat pada Pemilu 2014 nanti. Para menteri harus fokus pada process view yang ada dimasing-masing departemennya untuk menghasilkan perbaikan berkelanjutan yang memberikan dua manfaat sekaligus, yaitu : (1) peningkatan kualitas nilai yang dirasakan dan dinikmati oleh rakyat dan (2 ) pengelolaan anggaran berbasis aktivitas dan secara cost effective
Peningkatan kualitas nilai bagi rakyat , berarti tumpuan para menteri bukan pada kepentingan partai , melainkan kekuatan daya nalar dan keterpelajarnnya yang diwujudkan dalam meng-create aktivitas sesuai kebutuhan rakyat, bukan penguasa. Konsekuensinya adalah harus berani menghilangkan segala bentuk aktivitas yang menimbulkan biaya dan tidak memiliki kemanfaatan dalam mendukung peningkatan kualitas nilai bagi rakyat. Jika para menteri (hasil perombakan kabinet ?) berani melakukan pergeseran paradigma tersebut, maka ini akan sejalan dengan aspirasi rakyat sebagai pemegang kendali demokrasi.
Kepemimpinan
Keputusan perombakan kabinet ada di tangan presiden SBY. Disinilah nilai kepemimpinan SBY diuji. Konsekuensinya, jika dilakukan perombakn kabinet , maka dibutuhkan ketegasan untuk menyingkirkan sejumlah menteri yang tidak kredibel dan kompeten dan mereka juga adalah kawan seperjuangan SBY yang ikut mengantarkan SBY di kursi RI 1. Kepemimpinan SBY , tidak lagi seperti yang dipersepsikan publik yaitu hanya menonjolkan pencitraan individual SBY, melainkan sudah saatnya presiden SBY mendorong para menteri agar lebih banyak menonjolkan kualitas aktivitas yang bermakna bagi rakyat serta melakukan relasi dengan berbagai elemen masyarakat guna mendapatkan masukan untuk perbaikan berkelanjutan di departemen yang dipimpinnya , sehingga tidak ada lagi menteri yang berlindung dibalik presiden seperti kabinet yang sekarang ini. Penulis berkeyakinan presiden SBY tidak akan berpikir tunggal dalam mengambil keputusan besar, yaitu perombakan kabinet, tetapi akan berpikir ganda seperti yang menjadi harapannya, yaitu melipatgandakan kinerja kabinet untuk Indonesia . Juga persepsi publik mudah-mudahan juga keliru, bahwa presiden SBY bukan pemipinan yang peragu dalam membuat keputusan. Semoga…..
0 komentar:
Posting Komentar